Dulu, saat SMA saya bingung menentukan jurusan apa yang harus saya pilih saat kuliah. Maklum, pengetahuan saya hanya seputar Matematika, IPA (sesuai jurusan saat SMA), Bahasa dan beberapa mata pelajaran lain, selebihnya yang saya tahu saat SMA bagaimana dapat waktu lebih luang untuk istirahat selain belajar dan bolos ekstrakurikuler (jangan ditiru :p). Akhirnya satu tahun terakhir di SMA saya memutuskan untuk memilih jurusan psikologi dan menjadikannya pilihan saat SNMPTN (mungkin sekarang namanya SBMPT?). Luluskah saya di jurusan yang saya pilih saat itu? Tentu tidak :D
Saya pun mengikuti jalur lain yang disediakan oleh Perguruan Tinggi yang membuka pendaftaran melalui jalur lain saat itu. Tapi sayangnya, tidak semua Perguruan Tinggi memiliki jurusan yang saya pilih di awal. Saya hanya mencoba dua ujian masuk dari dua universitas, yang satu gagal yang satu lagi berhasil : Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman (2011).
Saya sendiri pun heran, kenapa saya bisa memilih jurusan yang jauh dari saya pilih saat saya SNMPTN. Tapi karena saya ingin tetap kuliah dan pendaftaran Perguruan Tinggi lain pun sudah tutup, saya memutuskan untuk kuliah di Geologi.
Ternyata setelah saya memulai kehidupan saya di kampus, alasan teman-teman satu jurusan saya semuanya hampir sama : "nyasar". Ya, sama seperti saya, tapi lama kelamaan sebagian lain bilang kalau kita tersesat di jalan yang benar :D
Saya pun mengiyakannya, ospek satu semester tidak menyurutkan semangat saya tetap kuliah di geologi, karena saya lebih banyak menjalani hal yang benar-benar saya suka yaitu jalan-jalan! Gimana ga senang, fieldtrip ke sungai, bukit, gunung, pantai sampai rawa. Lingkungan pertemanan pun semuanya menyenangkan, bertemu dengan teman satu angkatan saya adalah hal yang harus saya akui, hal yang sangat saya syukuri di hidup saya hingga saat ini.
Sampai akhirnya saya sadar, yang terpenting dari kuliah yaitu ilmu yang harusnya bisa dipahami, materi yang dikuasai. Hal yang justru saya ga mampu menguasainya. Selain karena ketidakmampuan saya, psikis saya saat itu memang sedang benar-benar tidak stabil. Bukan, bukan karena kuliah, memang saat itu saat saya sadar dengan mental illness saya (nanti di lain posting akan saya bahas).
Semester 5 saya mulai gusar, di tengah hutan bersama teman-teman saya, yang biasanya saya menikmati fieldtrip saya, saya malah kepikiran untuk berhenti kuliah. Helloooo semester 5, sudah separuh perjalanan mbak!
Lantas apa saya memutuskan untuk mundur kuliah? TIDAK
Dengan kondisi psikis saya yang ga karuan itu, saya terus meyakinkan diri saya untuk tanggung jawab terhadap apa yang sudah saya mulai dan pasti ada hikmah yang bisa saya ambil.
3 semester selanjutnya saya ga lulus juga ternyata, tapi saya mulai menemukan alasan lagi kenapa saya harus lulus, satu semester terakhir saya harus "menikmati"masa-masa saya skripsi...tinggal sedikiiiittt lagi..sampai akhirnya saya lulus.
Lanjut setelah kuliah, saya sempat kerja di suatu perusahaan, judul nya sih geologist tapi saya ga merasakan sama sekali pekerjaan geologi, ga lama, saya resign dari perusahaan. Banyak lowongan pekerjaan lain, setelah sebelumnya saya selalu gagal melamar pekerjaan sesuai jurusan saya, saya malah memilih berhenti "memaksakan" diri untuk kerja sesuai ijazah. Saya sadar kemampuan saya, saya pun berusaha jujur, pekerjaan seperti apa yang saya inginkan, ada yang sesuai tapi ada yang agak berseberangan dari apa yang sudah saya pelajari di semua mata kuliah dulu.
Apa saya menyesal sudah kuliah di tempat yang menurut saya ga seharusnya disana? BIG NO. Saya justru bersyukur, saya bisa tahu passion saya yang sebenarnya, saya bisa membuktikan ke diri saya sendiri, yang 11 tahun lalu dilarang ikut PERSAMI karena fisik yang lemah, saat kuliah fisik saya semakin kuat karena sering dilatih, saya sangat bersyukur bertemu dengan saudara baru di perantauan (saya asli Sumatera Selatan). Saya pun ga akan meninggalkan hal yang saya suka sejak saya pertama masuk dulu : travelling, menikmati alam sambil cetrek cetrek, belajar berani di tengah hutan, bahkan saya sudah memikirkan beberapa planning yang sedikit banyak berkaitan dengan geologi, apapun itu. Jika kesuksesan diukur dari satu standar yang dibuat secara sama, dimana letak keindahannya? Saya bersyukur dan berusaha mewujudkan bahwa semua yang pernah saya lakukan tidak ada yang sia-sia.
Pilihan ada di masing-masing ;)
Saya pun mengikuti jalur lain yang disediakan oleh Perguruan Tinggi yang membuka pendaftaran melalui jalur lain saat itu. Tapi sayangnya, tidak semua Perguruan Tinggi memiliki jurusan yang saya pilih di awal. Saya hanya mencoba dua ujian masuk dari dua universitas, yang satu gagal yang satu lagi berhasil : Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman (2011).
Saya sendiri pun heran, kenapa saya bisa memilih jurusan yang jauh dari saya pilih saat saya SNMPTN. Tapi karena saya ingin tetap kuliah dan pendaftaran Perguruan Tinggi lain pun sudah tutup, saya memutuskan untuk kuliah di Geologi.
Ternyata setelah saya memulai kehidupan saya di kampus, alasan teman-teman satu jurusan saya semuanya hampir sama : "nyasar". Ya, sama seperti saya, tapi lama kelamaan sebagian lain bilang kalau kita tersesat di jalan yang benar :D
Saya pun mengiyakannya, ospek satu semester tidak menyurutkan semangat saya tetap kuliah di geologi, karena saya lebih banyak menjalani hal yang benar-benar saya suka yaitu jalan-jalan! Gimana ga senang, fieldtrip ke sungai, bukit, gunung, pantai sampai rawa. Lingkungan pertemanan pun semuanya menyenangkan, bertemu dengan teman satu angkatan saya adalah hal yang harus saya akui, hal yang sangat saya syukuri di hidup saya hingga saat ini.
Sampai akhirnya saya sadar, yang terpenting dari kuliah yaitu ilmu yang harusnya bisa dipahami, materi yang dikuasai. Hal yang justru saya ga mampu menguasainya. Selain karena ketidakmampuan saya, psikis saya saat itu memang sedang benar-benar tidak stabil. Bukan, bukan karena kuliah, memang saat itu saat saya sadar dengan mental illness saya (nanti di lain posting akan saya bahas).
Semester 5 saya mulai gusar, di tengah hutan bersama teman-teman saya, yang biasanya saya menikmati fieldtrip saya, saya malah kepikiran untuk berhenti kuliah. Helloooo semester 5, sudah separuh perjalanan mbak!
Lantas apa saya memutuskan untuk mundur kuliah? TIDAK
Dengan kondisi psikis saya yang ga karuan itu, saya terus meyakinkan diri saya untuk tanggung jawab terhadap apa yang sudah saya mulai dan pasti ada hikmah yang bisa saya ambil.
3 semester selanjutnya saya ga lulus juga ternyata, tapi saya mulai menemukan alasan lagi kenapa saya harus lulus, satu semester terakhir saya harus "menikmati"masa-masa saya skripsi...tinggal sedikiiiittt lagi..sampai akhirnya saya lulus.
Lanjut setelah kuliah, saya sempat kerja di suatu perusahaan, judul nya sih geologist tapi saya ga merasakan sama sekali pekerjaan geologi, ga lama, saya resign dari perusahaan. Banyak lowongan pekerjaan lain, setelah sebelumnya saya selalu gagal melamar pekerjaan sesuai jurusan saya, saya malah memilih berhenti "memaksakan" diri untuk kerja sesuai ijazah. Saya sadar kemampuan saya, saya pun berusaha jujur, pekerjaan seperti apa yang saya inginkan, ada yang sesuai tapi ada yang agak berseberangan dari apa yang sudah saya pelajari di semua mata kuliah dulu.
Apa saya menyesal sudah kuliah di tempat yang menurut saya ga seharusnya disana? BIG NO. Saya justru bersyukur, saya bisa tahu passion saya yang sebenarnya, saya bisa membuktikan ke diri saya sendiri, yang 11 tahun lalu dilarang ikut PERSAMI karena fisik yang lemah, saat kuliah fisik saya semakin kuat karena sering dilatih, saya sangat bersyukur bertemu dengan saudara baru di perantauan (saya asli Sumatera Selatan). Saya pun ga akan meninggalkan hal yang saya suka sejak saya pertama masuk dulu : travelling, menikmati alam sambil cetrek cetrek, belajar berani di tengah hutan, bahkan saya sudah memikirkan beberapa planning yang sedikit banyak berkaitan dengan geologi, apapun itu. Jika kesuksesan diukur dari satu standar yang dibuat secara sama, dimana letak keindahannya? Saya bersyukur dan berusaha mewujudkan bahwa semua yang pernah saya lakukan tidak ada yang sia-sia.
Pilihan ada di masing-masing ;)
Comments
Post a Comment